PONDOK PESANTREN SUBULUS SALAM BALIKPAPAN

Sedia Rumah Tahfidz Ciptakan Penghafal Quran


Selama Ramadhan, kegiatan yang dilakukan di Pondok Pesantren Subulus Salam, Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara tidak berbeda dengan hari‑hari biasanya. Pendidikan pesantren yang berkiblat gaya salafiyah tersebut selalu mengakarkan tradisi‑tradisi keislaman keindonesiaan.

SORE itu, shalat Ashar berjamaah berlangsung di Masjid Ni'matul Qubro yang berada di Komplek Ponpes Subulus Salam, lorong Jalan Subulus Salam, di Jalan Soekarno Hatta Kilometer 4,5 Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

Usai menggelar shalat Ashar, masjid itu tidak lantas sepi. Puluhan santri pria yang menimba ilmu di pesantren memakmurkan masjid dengan kegiatan mengaji berjamaah.

Lantunan ayat‑ayat suci Al Quran menggema di ruangan masjid yang beralamat di Jalan Subulus Salam itu. Saat Tribun berada di dalam masjid, atmosifir kesalehan begitu mengental, aroma religi mengaji Al Quran mampu menggetarkan sanubari.

Saat menemui Pimpinan Pondok Pesantren Subulus Salam KH Muhammad Fadli di kediamannya, yang berada di samping kanan masjid, Tribun berkesempatan bercerita mengenai sejarah keberadaan lembaga pendidikan ini.


Muhammad Fadhli merupakan pentolan sekaligus founding fathers Ponpes Subulus Salam. "Mendirikan pesantren ini ingin ciptakan santri‑santri yang beriman dan bertakwa. Yang tidak meninggalkan tradisi‑tradisi Islam dengan tidak membenci umat lainnya, damai bagi semua manusia," katanya.

Sambil memegang tongkat, Kyai Fadhli bercerita banyak mengenai sejarah pendirian Subulus Salam. Cikal bakal Subulus Salam dimulai sejak 1990. Sebelum ini, Fadhli bersama empat rekannya mendirikan Pondok Pesantren As Syifa tahun 1979.

Karena perbedaan prinsip, Fadhli berpisah mengambil jalan sendiri mendirikan Subulus Salam yang menjaga kuat tradisi Islam.

"Pesantren As Syifa mengadopsi pelajaran‑pelajaran modern. Saya tetap berpendirian mengajarkan kurikulum salafiyah, belajar ilmu keislaman secara penuh, yang mengacu pada kitab‑kitab yang dipakai oleh pondok pesantren berbasis Nahdlatul Ulama," ungkapnya.

Menurut dia, belajar ilmu agama Islam yang berakar pada tradisi‑tradisi bukan berarti menjadikan pola pikir dan sikap tingkah laku cenderung tradisional, menentang perubahan zaman. Belajar ilmu Islam itu akan selamatkan diri dan orang lain.

"Tidak mengajarkan radikalisme, yang benci pada orang‑orang di luar kita. Ilmu yang disebarkan adalah ilmu Islam yang rahmatan lil alamin. Kami tidak antipemerintah dan menebarkan hidup damai bagi semuanya," ujar pria kelahiran Amuntai, Kalimantan Selatan.


Selama ini tidak ada kesan Subulus Salam itu sarang terorisme. Setelah lulus dari Subulus Salam, para santrinya turun ke masyarakat menjadi pendakwah yang mengenalkan ajaran Islam yang sesungguhnya, yang cinta damai.

"Alumni Subulus Salam ada yang sudah jadi ulama, tokoh masyarakat, dan para cendikiawan," urainya suami dari Hj Tasriah, yang juga lulusan dari Pondok Pesantren Rasjidiyah Khadiyah, Amuntai Kalimantan Selatan ini.

Paling spesial dari Subulus Salam ini ialah Rumah Tahfidz Quran, wadah untuk mendidik kader‑kader penghafal Al Quran yang andal.

Mereka ini yang belajar ilmu di Subulus Salam tidak dikenakan biaya apa pun. Para santri hanya membawa beras dan lauk sendiri untuk menghidupi sehari‑harinya. Tempat tinggal dan kitab sudah disediakan Pondok Pesantren Subulus Salam.

"Saya beri nama Subulus Salam seperti maknanya, jalan yang selamat. Saya ingin tempat ini menjadi jalan untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat," tegas Fadhli, yang lahir pada 3 Februari 1951 ini.[1] ( )


[1] Koran Tribunkaltim, “Ponpes Subulus Salam Pesantren Berkiblat Gaya Salafiyah: Rumah Tahfidz Didik Kader Penghafal Quran,” terbit pada Jumat 10 Juni 2016 di halaman depan yang bersambung ke halaman 7.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN